Kamis, 21 Oktober 2010

Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani

Dewasa ini strategi pembangunan nasional khususnya pemba- ngunan sektor pertanian dipusatkan pada upaya mendorong percepatan perubahan struktural, meliputi proses perubahan dari sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian yang maju dan modern, dari sistem pertanian subsistem ke sistem pertanian yang berorientasi pasar dan dari kedudukan ketergantungan kepada kedudukan kemandirian.
Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang meliputi pengalokasian sumber daya (baik alam, manusia maupun mekanik), penguatan kelembagaan dan pemberdayaan manusia. Dalam pelaksanaannya harus meliputi langkah-langkah nyata untuk meningkatkan akses kepada aset produktif berupa teknologi harus dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih maju dan lebih bermanfaat termasuk antara lain pengolahan tanah, pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama dan penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.
Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga petani yang terampil dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya masyarakat petani yang maju, bersemangat profesional sehingga mampu menghadapi tantangan dan permasalahan dalam melaksanakan usaha taninya.
Di Indonesia dapat dicatat adanya berbagai tantangan dan permasalahan dalam pengelolaan usaha tani yang masing-masing mempunyai kekhususan yang berbeda-beda seperti kenaikan produksi, peningkatan di bidang pemasaran dan sistem kredit, serta efisiensi. Dari berbagai ragam tantangan dan permasalahan tersebut yang sering kali terlupakan oleh pengamat adalah efisiensi dalam pengelolaan usaha tani terutama yang berhubungan dengan kerja petani.
Perlunya Efisiensi
Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian tenaga kerja di sektor pertanian di Indonesia tergolong sangat besar dibanding negara lain. Di Amerika Serikat kurang lebih 0,002 Kw/ha, Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi tenaga kerja manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di Indonesia. Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia dengan petani Jepang.
Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia dalam jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan se efisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.
Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu sumber tenaga dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat perhatian secara serius. Padahal fungsi perbaikan pertanian adalah menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli petani. Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor lain yang merupakan penetrasi pembangunan pertanian.
Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan hanya memberi landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit reform (Pemberian Kredit Usaha Tani), tetapi perlu juga diperhatikan situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil yang rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh, perlu diakui bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh miskinnya inovasi dan tiadanya gebrakan-gebrakan baru yang menggairahkan petani.
Hambatan pembangunan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah lambatnya kemajuan teknologi. Kontras teknologi selalu dipersoalkan. Tingkat teknologi yang rendah menyebabkan petani sulit memperoleh hasil dalam proses produksi yang maksimal. Kehilangan hasil dalam proses produksi sangat besar, sementara biaya yang diperlukan sangat tinggi.
Contoh paling sederhana adalah dalam memanen padi. Untuk 9 kg gabah harus dibayar 1 kg gabah. Jika total hasil panen padi (dalam satu musim tanam) dalam 1 ha adalah 9 ton gabah, maka biaya pemanenan yang dikeluarkan sebesar 1 ton gabah.
Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan produktivitas tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang efisien selalu dihantui oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga pengangguran semu dalam sektor pertanian di Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya tenaga kerja semu ini karena efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia atau memang karena distribusi kerja yang tidak merata.
Tuntutan Inovasi
Dalam arah kebijaksanaan pembangunan nasional, pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan keanekaragaman hasil pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan yang berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembangunan pertanian memang sudah saatnya menganut pendekatan industri bukan lagi agraris, artinya menangani pertanian secara industri bukan lagi tergantung sepenuhnya kepada faktor alam. Pengertian industri dalam hal ini bukan semata-mata mendirikan pabrik, tetapi yang lebih mendasar adalah mentransformasikan budaya (pola pikir, sikap mental dan perilaku) masyarakat industri di kalangan para petani.
Kebudayaan industri tersebut antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, pertama pengetahuan merupakan landasan utama dalam menentukan langkah atau tindakan dalam pengambilan keputusan (bukan berdasarkan kebiasaan semata). Kedua, perekayasan harus menggantikan ketergantungan pada faktor alam. Ketiga, kemajuan teknologi merupakan sarana utama dalam pemanfaatan sumber daya. Keempat, efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumber daya agar penggunaan sumber daya tersebut hemat. Kelima, mekanisme pasar merupakan media utama transaksi barang dan jasa. Keenam, profesionalisme merupakan karakter yang menonjol.
Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang tampaknya relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi pertanian (penggunaan alat dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara selektif.
Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen. Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan sumber daya alam.
Mekanisasi Dan Distribusi Kerja
Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah merupakan suatu kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai diperkenalkan kepada petani. Hal ini tentu beralasan karena tenaga kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai kesinambungan (kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat pengolahan tanah dan panen. Pada proses lain mereka kurang dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang tidak kentara (disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah.
Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan tanah, traktorisasi di Indonesia sangat rendah dibanding negara lain. Pada hakikatnya Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 Kw/ha. Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6 Kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini disebabkan oleh rendahnya perkembangan mekanisasi di Indonesia.
Akibatnya, untuk menggarap tanah seluas 1 ha diperlukan waktu berhari-hari dan melibatkan banyak tenaga manusia. Tenaga manusia akhirnya tidak mendapat harga yang layak sehingga produktivitas juga semakin rendah. Tenaga manusia adalah tenaga riskan, hanya digunakan paling cepat 4 bulan sekali menjadi buruh tani.

http://fikrialhaq.wordpress.com/2008/07/16/mekanisasi-pemecahan-masalah-efisiensi-kerja-petani/

Hasil Kerja : Upaya Peningkatan Sumber Daya Manusia Melalui Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga

Hasil Kerja : Upaya Peningkatan Sumber Daya Manusia Melalui Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga


URAIAN RENCANA KEGIATAN

PEMBUATAN PUPUK CAIR ORGANIK

PADA PKBM AS-SYIFA

KRAMATJATI, JAKARTA TIMUR

A. Tinjauan Umum

PKBM As-Syifa terletak di Jl. Raya Bogor, Km. 20, No. 38, Rt. 017/11, Kelurahan Kramatjati, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur. Merupakan salah satu dari sekitar 40 PKBM yang ada di wilayah kotamadya Jakarta Timur yang dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat/swasta untuk meningkatkan taraf pendidikan di wilayah ini. Kegiatan di PKBM As-Syifa sangat beragam yang dimulai pada pkl. 08.00 s.d 11.00 (shift pagi) dan dilanjutkan pada pkl. 13.00 s.d 17.00 (shift-siang/sore). Pada pagi hari kegiatan yang ada di PKBM As-Syifa berupa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan ibu-ibu rumah tangga (meronce, rias pengantin, memasak, dan sejenisnya). Pada siang sampai sore hari, kegiatan dilanjutkan untuk penuntasan angka putus sekolah melalui Kelompok Belajar (Kejar) Paket mulai dari Kejar Paket A, B, sampai C.DSC00558

Pengembangan kegiatan yang di PKBM As-Syifa pada dasarnya hanya mengandalkan kegiatan dan sumber daya yang ada. Sebagai contoh, pengajar pada kelompok PAUD pada umumnya para ibu-ibu yang memang senang berorganisasi sehingga mempunyai pengalaman tambahan sebagai ibu rumah tangga sekaligus dalam proses kehidupan bermasyarakat, adapun tutor pada kegiatan ibu-ibu yang dilaksanakan setiap satu minggu dua kali (selasa dan kamis) juga merupakan ibu-ibu yang memang berprofesi sebagai ibu-ibu dan pengurus pada lembaga kemasyarakatan (RT, RW, dan kelurahan) setempat.

Pada sore hari, jenis kegiatan yang ada cukup berbeda dengan kegiatan yang dilaksanakan pada pagi hari. Adapun jenis kegiatan yang dilaksanakan adalah berupa Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C. di sini apabila dibandingkan dengan tutor dan pengajar pada pagi hari cukup berbeda. Hal ini dapat terlihat pada kualifikasi dan latar belakang pendidikan calon tutor yang minimal harus SMA/sederajat dan sedang atau telah menempuh pendidikan tinggi. Sekalipun demikian, keadaan yang ada tidaklah berbeda bila dilihat dari segi kualitas tutor pada tiap tingkatan Kejar Paket tersebut. Kenyataan yang ada, pengalaman yang seharusnya didapat oleh peserta belajar secara kualitas sama hanya mendapat pengetahuan secara teoretis. Hal yang bersifat praktis dan implementatif kurang dapat dikembangkan, hal ini terjadi karena proses pembelajaran yang hanya mengandalkan kemampuan one-way communication (komunikasi satu arah) yaitu dengan cara peserta belajar mendengarkan dan memperhatikan serta mencatat materi pembelajaran yang diberikan tutor secara intensif.

Guna mengembangkan kemampuan dan life skill para peserta belajar yang pada dasarnya telah menjadi anggota masyarakat secara langsung maka perlu diadakan suatu kegiatan yang mendukung proses di atas. Adapun salah satu bentuk dan implementasi kegiatan yang diajukan adalah pembuatan pupuk cair organik dengan memanfaatkan limbah dapur dan rumah tangga agar dapat mengurangi pencemaran tanah yang terjadi saat ini. Mengapa pupuk cair organik, apra peserta belajar pada umumnya berada pada usia produktif (di bawah usia 20 tahun) yang memang secara kognitif maupun psikososial mampu mengembangkan dan mengeksplorasikan pengetahuan untuk share dengan anggota masyarakat lainnya. Diharapkan apra peserta belajar ini mampu menjadi promotor dalam mengurangi intensitas pencemaran yang ada saat ini salah satunya dengan mengetahui dan memahami pembuatan pupuk cair organik.

B. Langkah Kerja

Proses pembuatan pupuk cair organik dengan menggunakan bahan limbah dapur memakan waktu yang relatif lama, namun dapat dipercepat dengan penambahan takaran tiap bahan yang dicampur dalam bahan pupuk cair organik tersebut. Adapun langkah-langkah kerja proses pembuatan pupuk cair organik tersebut adalah, sebagai berikut;

1. Proses Pembuatan

1. Alat-alat

* Ember dengan tutup berwarna gelap, kapasitas sekitar 20 liter,
* Karung beras dengan kapasitas sekitar 20 kg,
* Pemberat untuk menindih bahan pupuk cair, seperti batu bata yang telah dicuci bersih,
* Tali untuk pengikat +/- 25 cm.

2. Bahan-bahan

* Sampah dapur/kebun yang masih segar, dipotong-potong sekitar 3 – 5 cm, (di sini dicoba dengan sampah sayuran sisa yang tidak ikut dimasak)
* EM4 sekitar ¼ liter (bisa dibeli di toko-toko pertanian, kami mendapatkannya di toko Trubus)
* Molases ¼ liter, bila tidak ada bisa diganti dengan gula merah sebanyak ½ kg yang dilarutkan dengan 2 gelas air
* Air bersih (bukan air yang mengandung kaporit seperti PAM) sekitar 10 liter, yang sebagian bisa diganti dengan air kelapa/air cucian beras (dapat juga menggunakan tambahan dengan air bekas cucian beras).

1. Proses pembuatan

- Karung yang telah disediakan diisi dengan sampah dapur yang telah dipotong-potong, lalu diikat agar sampah yang telah dipotong-potong tersebut tidak berhamburan,

- Ember diisi dengan air dan atau air kelapa/cucian beras, sebanyak 10 liter,

- Selanjutnya molases/cairan gula merah dicampurkan ke dalam ember yang berisi air dan atau air kelapa/cucian beras tadi sehingga tercampur menjadi satu, disusul dengan EM4 sambil diaduk perlahan

- Karung yang berisi sampah dapur yang dipotong-potong dimasukkan ke dalam campuran air di ember dan ditindih dengan pemberat (seperti batu bata dan sejenisnya) agar gelembung udara dari dalam karung tidak mampu menekan tutup ember tersebut,

- Langkah terakhir adalah taruh ember yang berisi campuran tersebut dan ditutup rapat-rapat serta disimpan di tempat teduh (tidak terkena sinar matahari langsung) dibiarkan minimal 7 hari untuk menunggu proses cairan agar berubah menjadi pupuk cair organik.

2. Hasil

Proses pembuatan pupuk cair membutuhkan waktu 3 s.d 4 minggu sampai dinyatakan benar-benar dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman, sayuran, bunga, dan jenis tanaman lainnya. Yang mengindikasikan bahwa pupuk cair organik tersebut layak dan siap dikemas maupun dipakai untuk memupuk tanaman adalah hilangnya gelembung-gelembung udara pada cairan yang ditutup selama 3 s.d. 4 minggu tersebut.

Dari hasil pembuatan pupuk cair organik di atas, dapat dibuat ke dalam takaran botol bekas air mineral. Dari tiap-tiap botol, dapat dikalkulasikan agar bagaimana pupuk cair organik tersebut dijual dengan menentukan nilai keuntungan dan besarnya biaya pembuatan dan pembelian alat dan bahan yang dikeluarkan.

C. Kesimpulan

Proses pembuatan pupuk cair dengan bahan organik seperti sampah-sampah dapur, kulit buah dan sejenisnya tidaklah sulit bila kita mempunyai niat dan usaha untuk membuatnya. Bahan dan alat yang ada hampir semuanya sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan bahan-bahan dari sampah organik yang tidak merusak ekosistem dan habitat di lingkungan sekitar tentunya akan meningkatkan kapasitas dan produksi pada pertanian maupun perkebunan bahkan bagi yang mempunyai kegemaran dengan tanaman seperti bunga dan buah-buahan.

Seiring meningkatnya suhu di permukaan bumi, penggunaan berbagai bahan organik daripada kimia untuk menyuburkan tanaman di perkebunan misalnya akan mengurangi dan menyuburkan permukaan tanah dengan pupuk cair organik sebagaimana yang telah dilakukan proses pembuatannya di atas. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam mengurangi tingkat polusi dan pencemaran dalam tanah sehingga menekan banyaknya limbah rumah tangga dan dapur yang sangat mengganggu. Sehingga limbah yang tadinya merusak dan mengganggu ekosistem lingkungan akan menyuburkan tanah melalui pembuatan pupuk cair dengan bahan organik.

Apabila dilihat dari segi ekonomi, pembuatan pupuk cair juga dapat menjadi suatu alternatif dalam mengurangi dan menekan angka pengangguran dan pastinya akan dapat membuka dan menambah peluang lapangan kerja. Tingginya angka pengangguran di negeri ini sudah sangat memprihatinkan. Setiap tahun angka lulusan peserta didik dari lembaga formal tidak seimbang dengan lapangan kerja yang ada. Hal itu belum dilihat dari para peserta didik yang gagal dalam menempuh ujian akhir yang akhirnya harus meneruskan dan mengulang serta mendaftar pada lembaga pendidikan nonformal seperti Kejar Paket di PKBM untuk mengikuti Ujian Kesetaraan.

Hal terpenting yang perlu dimiliki oleh peserta belajar pada lembaga pendidikan non-formal sekarang adalah bukan pengetahuan secara teoretis namun skill lebih dibutuhkan dan tentunya akan mampu menambah kemampuan dan ketrampilan para calon penerus generasi bangsa tersebut.

http://vhajrie27.wordpress.com/2010/06/26/hasil-kerja-upaya-peningkatan-sumber-daya-manusia-melalui-pemanfaatan-limbah-rumah-tangga/

Kinerja

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.


Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.


Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.

Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.

Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.

Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.

John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1.Kemampuan mereka, 2.Motivasi, 3.Dukungan yang diterima, 4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5.Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)


Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) “ A way of measuring the contribution of individuals to their organization “. Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu ( karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.

Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) “penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok”.

Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya”.

Menurut Henry Simamora ( 338 : 2004 ) “ penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.

Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Syafarudin Alwi ( 2001 : 187 ) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat efaluation harus menyelesaikan : 1.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi 2.Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision 3.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan : 1.Prestasi riil yang dicapai individu 2.Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja 3.Prestasi- pestasi yang dikembangkan.

Manfaat Penilaian Kinerja Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah : 1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2.Perbaikan kinerja 3.Kebutuhan latihan dan pengembangan 4.Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5.Untuk kepentingan penelitian pegawai 6.Membantu diaknosis terhadap kesalahan desain pegawai

http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja

HUBUNGAN ANTARA PHYSICAL EVIDENCE, PEOPLE, PROCESS, DAN KEPUASAN, DENGAN LOYALITAS

Jurnal Sains Manajemen dan Akuntansi STIE STAN – IM, Volume 1 No. 1, September 2009

AUTHOR:
Ivan Aries S

ABSTRACT:
Studi ini mengkaji tiga aspek tambahan dalam marketing mix yaitu physical evidence, people dan process. Ketiga komponen tersebut selanjutnya dihubungankan dengan kepuasan, dan kepuasan dihubungkan dengan loyalitas. Bagi para peneliti pemasaran, kepuasan dan loyalitas pelanggan merupakan konstruk yang penting karena diyakini mampu memberikan sejumlah keuntungan bagi suatu organisasi. Sampel sebanyak 80 pasen pada sebuah rumah sakit di Bandung. Dengan menggunakan teknik analisis jalur, hasil studi menunjukkan bahwa physical evidence dan proces merupakan prediktor yang signifikan bagi pembentukan kepuasan, dan kepuasan merupakan prediktor yang signifikan bagi loyalitas.Implikasi dan keterbatasan studi disajikan pada bagian akhir.

Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani

Dewasa ini strategi pembangunan nasional khususnya pemba- ngunan sektor pertanian dipusatkan pada upaya mendorong percepatan perubahan struktural, meliputi proses perubahan dari sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian yang maju dan modern, dari sistem pertanian subsistem ke sistem pertanian yang berorientasi pasar dan dari kedudukan ketergantungan kepada kedudukan kemandirian.
Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang meliputi pengalokasian sumber daya (baik alam, manusia maupun mekanik), penguatan kelembagaan dan pemberdayaan manusia. Dalam pelaksanaannya harus meliputi langkah-langkah nyata untuk meningkatkan akses kepada aset produktif berupa teknologi harus dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih maju dan lebih bermanfaat termasuk antara lain pengolahan tanah, pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama dan penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.
Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga petani yang terampil dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya masyarakat petani yang maju, bersemangat profesional sehingga mampu menghadapi tantangan dan permasalahan dalam melaksanakan usaha taninya.
Di Indonesia dapat dicatat adanya berbagai tantangan dan permasalahan dalam pengelolaan usaha tani yang masing-masing mempunyai kekhususan yang berbeda-beda seperti kenaikan produksi, peningkatan di bidang pemasaran dan sistem kredit, serta efisiensi. Dari berbagai ragam tantangan dan permasalahan tersebut yang sering kali terlupakan oleh pengamat adalah efisiensi dalam pengelolaan usaha tani terutama yang berhubungan dengan kerja petani.
Perlunya Efisiensi
Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian tenaga kerja di sektor pertanian di Indonesia tergolong sangat besar dibanding negara lain. Di Amerika Serikat kurang lebih 0,002 Kw/ha, Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi tenaga kerja manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di Indonesia. Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia dengan petani Jepang.
Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia dalam jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan se efisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.
Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu sumber tenaga dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat perhatian secara serius. Padahal fungsi perbaikan pertanian adalah menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli petani. Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor lain yang merupakan penetrasi pembangunan pertanian.
Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan hanya memberi landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit reform (Pemberian Kredit Usaha Tani), tetapi perlu juga diperhatikan situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil yang rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh, perlu diakui bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh miskinnya inovasi dan tiadanya gebrakan-gebrakan baru yang menggairahkan petani.
Hambatan pembangunan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah lambatnya kemajuan teknologi. Kontras teknologi selalu dipersoalkan. Tingkat teknologi yang rendah menyebabkan petani sulit memperoleh hasil dalam proses produksi yang maksimal. Kehilangan hasil dalam proses produksi sangat besar, sementara biaya yang diperlukan sangat tinggi.
Contoh paling sederhana adalah dalam memanen padi. Untuk 9 kg gabah harus dibayar 1 kg gabah. Jika total hasil panen padi (dalam satu musim tanam) dalam 1 ha adalah 9 ton gabah, maka biaya pemanenan yang dikeluarkan sebesar 1 ton gabah.
Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan produktivitas tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang efisien selalu dihantui oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga pengangguran semu dalam sektor pertanian di Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya tenaga kerja semu ini karena efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia atau memang karena distribusi kerja yang tidak merata.
Tuntutan Inovasi
Dalam arah kebijaksanaan pembangunan nasional, pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan keanekaragaman hasil pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan yang berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembangunan pertanian memang sudah saatnya menganut pendekatan industri bukan lagi agraris, artinya menangani pertanian secara industri bukan lagi tergantung sepenuhnya kepada faktor alam. Pengertian industri dalam hal ini bukan semata-mata mendirikan pabrik, tetapi yang lebih mendasar adalah mentransformasikan budaya (pola pikir, sikap mental dan perilaku) masyarakat industri di kalangan para petani.
Kebudayaan industri tersebut antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, pertama pengetahuan merupakan landasan utama dalam menentukan langkah atau tindakan dalam pengambilan keputusan (bukan berdasarkan kebiasaan semata). Kedua, perekayasan harus menggantikan ketergantungan pada faktor alam. Ketiga, kemajuan teknologi merupakan sarana utama dalam pemanfaatan sumber daya. Keempat, efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumber daya agar penggunaan sumber daya tersebut hemat. Kelima, mekanisme pasar merupakan media utama transaksi barang dan jasa. Keenam, profesionalisme merupakan karakter yang menonjol.
Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang tampaknya relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi pertanian (penggunaan alat dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara selektif.
Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen. Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan sumber daya alam.
Mekanisasi Dan Distribusi Kerja
Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah merupakan suatu kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai diperkenalkan kepada petani. Hal ini tentu beralasan karena tenaga kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai kesinambungan (kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat pengolahan tanah dan panen. Pada proses lain mereka kurang dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang tidak kentara (disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah.
Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan tanah, traktorisasi di Indonesia sangat rendah dibanding negara lain. Pada hakikatnya Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 Kw/ha. Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6 Kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini disebabkan oleh rendahnya perkembangan mekanisasi di Indonesia.
Akibatnya, untuk menggarap tanah seluas 1 ha diperlukan waktu berhari-hari dan melibatkan banyak tenaga manusia. Tenaga manusia akhirnya tidak mendapat harga yang layak sehingga produktivitas juga semakin rendah. Tenaga manusia adalah tenaga riskan, hanya digunakan paling cepat 4 bulan sekali menjadi buruh tani.

http://fikrialhaq.wordpress.com/2008/07/16/mekanisasi-pemecahan-masalah-efisiensi-kerja-petani/

Sistem Penyampaian Jasa

Setelah elemen-elemen jasa diproses dan dibuat dalam operasi jasa, maka elemen-elemen jasa tersebut dirakit/ dibentuk dalam penyampaian jasa menjadi elemen jasa yang utuh dan siap ditawarkan pada konsumen. Penyampaian jasa difokuskan pada dimana, kapan, dan bagaimana elemen-elemen jasa tersebut dalam hal ini elemen-elemen jasa yang direspon langsung oleh konsumen, yaitu elemen-elemen bauran pemasaran jasa disampaikan pada konsumen.
Sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 di atas, selain operasi jasa yang memproses dan membuat elemen-elemen jasa terutama fasilitas dan petugas pelayanan (service personnel), juga kedua elemen tersebut merupakan ujung tombak dalam penyampaian jasa untuk menawarkan jasa tersebut pada konsumen.
Lovelock & Wright (2002 ; 30 & 49) menyatakan bahwa service as a process and system, jasa tidak dapat dilepaskan dari suatu proses dan sistem. Jasa sebagai suatu proses mencakup empat pendekatan proses, yaitu people processing, mental stimuli processing, possession processing, dan information processing. Proses ini merupakan bagian dari sistem penyampaian jasa, yaitu untuk menjawab pertanyaan “bagaimana jasa disampaikan”. Sedangkan jasa sebagai sistem adalah merupakan urutan produk jasa yang ditawarkan kepada konsumen yang meliputi service operation system, service delivery system, dan service marketing system. Berdasarkan pernyataan tersebut jelas bahwa bauran pemasaran jasa dapat dirasakan konsumen dengan melalui tahap operasi dan penyampaian jasa. Bahkan Parasuraman dan Berry (1991) serta Gronroos (2001 ; 150-152) menyatakan bahwa permasalahan kualitas jasa yang ada pada internal perusahaan adalah terjadinya kesenjangan antara standar kualitas yang dibuat oleh perusahaan berdasarkan analisis kebutuhan dan keinginan konsumen pada sistem operasi jasanya dengan penyampaian jasa (GAP 3) dan kesenjangan antara sistem penyampaian jasa dengan komunikasi pemasaran (GAP 4). Kesenjangan-kesenjangan tersebut terjadi karena terdapat ketidak konsistenan antara sistem operasi dan penyampaian jasa dengan bauran pemasaran jasa yang ditawarkan pada konsumen.

Dalam sistem bisnis jasa, ketiga sistem pembentuk jasa tersebut adalah sistem operasi jasa, sistem penyampaian jasa, dan sistem pemasaran jasa akan overlap menjadi satu kesatuan atau terpisah tergantung dari jenis jasanya. Untuk jenis jasa yang memiliki kontak tinggi dengan konsumen (a high-contact service), maka ketiga sub sistem dari sistem jasa tersebut akan bergerak overlap/ bersamaan untuk melayani konsumen.
Sedangkan untuk jenis jasa yang memiliki kontak rendah dengan konsumen, maka ketiga sub sistem dari sistem jasa tersebut cenderung berurutan dalam membentuk jasa, mulai dari sistem operasi jasa kemudian sistem penyamaian jasa dan sistem pemasaran jasa. Lovelock & Wrigh (2002 ; 68) menyatakan jasa transportasi termasuk jenis jasa yang memiliki kontak tinggi dengan konsumen (high-contact service), sehingga untuk jasa transportasi ketiga sub sistem dari sistem jasa tersebut bergerak secara bersamaan/ overlap untuk menawarkan jasa pada konsumen.

Di samping itu Lovelock & Wright (2002 ; 315) memberikan gambaran bahwa evaluasi kinerja perusahaan (performance evaluation) baik untuk pegawai, manajer, dan konsumen yang memberikan keputusan untuk menggunakan jasa/ produk tertentu dipengaruhi oleh proses penyampaian jasa yang dibentuk dari hasil konsep pemasaran jasa dan konsep operasi jasa, sebagaimana Gambar 2.6 di bawah. Pada gambar tersebut terlihat elemen-elemen dari penyampaian jasa, yaitu sequencing of service delivery step, extent of delegation, nature of contact between customer and provider, nature of process, protocol for allocating limited capacity.
The Dimensions of Service Delivery Strategy are :
· Sequencing of service delivery process
· Extent of delegation
· Nature of contact between customers and provider
· Nature of process
· Protocol for allocationg limited capacity

http://harisahmad.blogspot.com/2010/05/sistem-penyampaian-jasa-services.html

Proses Sablon

 Apakah sablon digital itu ?Sablon digital adalah teknik menyablon dengan menggunakan transfer paper dan mesin heat press.
Peralatan bisnis sablon apa saja yang diperlukan?
Peralatan bisnis sablon digital dan bisnis cutting sticker yang diperlukan adalah komputer sebagai media design cutting sticker, printer sebagai alat pencetak, transfer paper sebagai media cetak design, mesin sablon heat press dan mesin cutting sticker sebagai alat untuk memindahkan design ke kain. Selain peralatan utama mesin cutting sticker dan mesin sablon digital tersebut biasanya dibutuhkan juga peralatan pendamping seperti gunting, cutter sticker, masking tape, plastik penahan panas, dsb.
Bagaimana proses mesin sablon?
Proses mesin sablon digital sangat singkat yaitu design bisnis sablon di cetak di atas transfer paper menggunakan printer kemudian kertas transfer tersebut dipress bersama kain dengan tekanan dan panas tertentun selama kurang lebih 15-30 detik, dinginkan kemudian kelupas plastik penahan panasnya dan gambar akan menempel di atas kain
Apa kelebihan & kelemahan bisnis sablon digital?
Kelebihan sablon digital dan cutting sticker adalah sebagai berikut :1. Proses pengerjaan bisnis cutting sticker mudah dan cepat.2. Mampu menyablon sticker satuan dan dengan warna yang sulit seperti photo.3. Lebih simple dibandingkan sablon manual
Kelemahan sablon digital adalah sebagai berikut :
1. Harga produksi cenderung flat sehingga tidak bisa memproduksi dalam jumlah banyak kecuali untuk proses sublimasi.2. Tidak cocok untuk design huruf atau model bercak-bercak yang terlalu kecil karena akan menyulitkan ketika proses cutting konturnya
http://kamissore.blogspot.com/2009/06/proses-sablon.html